MAKASSAR – Sabtu pagi (30/8/2025), aroma arang masih menusuk di udara Jalan Andi Pangerang Pettarani, Makassar.
Gedung DPRD Kota Makassar yang biasanya berdiri kokoh sebagai rumah rakyat, kini hanya tersisa dinding hitam legam, atap runtuh, dan kaca pecah berserakan.
Asap tipis sesekali masih mengepul, seakan belum rela pergi meninggalkan sisa tragedi semalam.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Deretan kendaraan di halaman parkir hanya tinggal rangka. Puluhan mobil dan motor hangus, tak satu pun selamat dari jilatan api.
Beberapa warga, dengan tatapan kosong, masih mencoba mengais onderdil yang mungkin bisa tersisa—sekadar baut, velg, atau besi kecil untuk dibawa pulang.
Di jalan raya sekitar gedung, suasana masih mencekam. Polisi, TNI, dan petugas pemadam tampak berjaga, memastikan tidak ada kerumunan baru.
Di sudut lain, beberapa warga memilih diam, memandang puing-puing yang dulunya tempat para wakil rakyat bersidang.
“Saya lewat tiap hari di sini. Sekarang rasanya seperti kota ini kehilangan sesuatu yang besar,” lirih seorang tukang ojek yang menunggu penumpang.
Kebakaran itu bukan sekadar musibah teknis. Api muncul setelah malam penuh kemarahan—ribuan massa memenuhi jalan, menyuarakan soal nasib buruh, PHK massal, hingga sorotan pada tunjangan dan gaji anggota dewan.
Situasi memanas, dan tragedi pecah saat kabar duka menyebar: seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan (21), meregang nyawa setelah tergilas kendaraan taktis Brimob.
Mobil berlapis baja berkapasitas 3.200 cc itu seharusnya menjadi simbol pengamanan, tapi justru menjadi pemicu bara amarah.
Dari amuk massa itulah, Gedung DPRD terbakar. Dan yang paling memilukan: nyawa ikut terenggut. Hingga Sabtu siang, empat orang dipastikan meninggal.
. Sarina, staf pribadi anggota DPRD Makassar dari Fraksi PDIP, Andi Tenri Uji.
. Muh. Akbar Basri atau Abay, fotografer resmi Sekretariat DPRD, yang dikenal ramah dan murah senyum.
. Syaiful, Kepala Seksi Kesejahteraan Rakyat Kecamatan Ujung Tanah, yang sempat mencoba menyelamatkan diri dengan melompat dari lantai empat.
. Budi, Satu anggota Satpol PP, yang juga sempat mencoba menyelamatkan diri dengan melompat dari lantai empat.
Rumah duka penuh air mata. Para pelayat datang silih berganti. Di media sosial, linimasa dipenuhi doa dan kenangan tentang Abay dan korban lain.
“Dia selalu tersenyum, bahkan kalau sedang lelah bekerja,” kenang seorang rekannya.
Gedung dewan kini memang hanya puing. Tapi kehilangan yang paling terasa justru ada pada sosok-sosok yang tak akan pernah kembali.
Mereka yang datang untuk bekerja, mendampingi, atau sekadar menjaga gedung, kini tinggal nama dalam daftar korban.
Makassar berkabung, dan Sulawesi Selatan berduka. Api yang membakar gedung dewan telah padam, tapi api kehilangan di hati banyak orang seakan baru saja menyala. (*)
Penulis : Moh. Fadhli Wahab
Editor : Erlinuddin