TORAJA UTARA – Di tengah harapan ribuan tenaga honorer yang menggantungkan masa depannya pada seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tahap II Tahun Anggaran 2024, muncul dugaan adanya skenario tersembunyi.
Skema seleksi yang semestinya menjadi jalan keadilan bagi para pengabdi daerah, kini diduga dicemari praktik manipulasi data oleh oknum tertentu di lingkup birokrasi Toraja Utara.
Suara perlawanan datang dari Gessong, tokoh muda yang dikenal vokal dalam gerakan sosial Paris (Pagala, Riu, dan Sekitarnya).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dengan nada lantang, ia menyuarakan kekecewaan terhadap hasil seleksi PPPK terbaru.
Baginya, ini bukan sekadar soal tidak lolos—tapi tentang sistem yang dengan sadar membungkam pengabdian dengan data fiktif.
“Ini bukan hanya kejanggalan. Ini pengkhianatan terhadap para tenaga honorer yang telah mengabdi bertahun-tahun tanpa status. Yang kita lihat sekarang adalah mereka yang tidak pernah kerja tiba-tiba masuk dalam daftar lolos seleksi,” ujar Gessong, Selasa (1/7/2025), kepada wartawan.
Jejak yang Tak Pernah Ada
Investigasi awal yang dilakukan Toraja Transparansi—lembaga independen yang ikut terlibat mengawasi seleksi PPPK—mengungkapkan temuan mengejutkan: sejumlah nama yang lolos seleksi tidak tercatat dalam daftar absensi, tidak pernah memegang SK pengangkatan, dan bahkan tidak dikenal oleh rekan-rekan sejawat di instansi tempat mereka diklaim mengabdi.
Lebih parah lagi, dalam beberapa kasus ditemukan dokumen SK dan surat tugas yang diduga direkayasa menjelang pendaftaran.
Tanggal-tanggal yang tidak sinkron, tanda tangan yang berbeda gaya, hingga rekomendasi “express” dari beberapa OPD menjadi bagian dari skenario yang diduga telah dirancang dengan rapi.
“Ada permainan yang sistematis. Mereka yang tidak pernah hadir di lapangan, tiba-tiba mendapatkan tempat, sementara yang selama ini bekerja dalam bayang-bayang justru dibuang begitu saja,” tegas Gessong.
Lemahnya Pengawasan, Diamnya BKPSDM
Upaya konfirmasi yang dilakukan kepada pihak BKPSDM Toraja Utara, khususnya Kepala Bidang Informasi dan Data Pegawai, belum membuahkan hasil.
Pesan yang dikirim via WhatsApp tidak mendapatkan balasan hingga berita ini diterbitkan.
Diamnya institusi ini menimbulkan pertanyaan. Apakah ini bentuk pembiaran? Atau ada tekanan yang tak terlihat dari aktor-aktor yang lebih tinggi di balik layar?
Petaka dari Skema Pusat yang Disimpangkan Daerah
Padahal, dalam pernyataan resminya, Kepala BKN Prof. Zudan Arif Fakrulloh sudah menegaskan bahwa seleksi PPPK tahap II akan memprioritaskan mereka yang sudah masuk database dan aktif mengabdi selama dua tahun atau lebih secara kontinu.
Namun kebijakan nasional itu seolah-olah ditafsirkan sesuka hati di level daerah. Alih-alih mendahulukan pengabdi, skema ini justru membuka celah untuk penyusupan “database siluman”—istilah yang kini ramai diperbincangkan di grup-grup WhatsApp para honorer Toraja Utara.
Perlawanan Dimulai
Gessong dan koleganya menyatakan tidak akan tinggal diam. Mereka tengah menyusun laporan resmi ke Ombudsman RI, Komisi ASN, hingga Kementerian PAN-RB.
Bahkan, mereka menyiapkan data pembanding antara daftar nama honorer asli dan mereka yang dinyatakan lolos.
“Kami tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan. Ini bukan soal siapa yang lolos atau tidak. Ini soal membongkar sistem rusak yang terus melukai para pengabdi negeri,” tegasnya.
Editor : Erlinuddin