RANTEPAO – Keinginan untuk memiliki kendaraan pribadi kadang membuat seseorang rela mengambil risiko besar. Itulah yang dialami NL, seorang warga Toraja, setelah terlibat dalam proses over kredit (take over) mobil jenis Wuling keluaran tahun 2025.
Awalnya, NL hanya ingin mendapatkan kendaraan dengan cicilan ringan. Informasi tentang mobil tersebut ia peroleh dari IP, warga Polewali Mandar yang mengaku ingin memindahtangankan kredit mobilnya.
Dengan iming-iming angsuran Rp1,8 juta per bulan, NL tergoda. Namun belakangan terungkap, angsuran lebih dari Rp3,8 juta/bulan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saya sempat test drive, mobilnya masih mulus. Karena yakin, saya berani setor DP Rp17 juta,” tutur NL, Minggu (7/9/2025).
Namun, perjalanan indah itu berubah jadi kekecewaan. Mobil yang dijanjikan tak kunjung berpindah tangan.
Padahal uang muka setara 25 persen dari total harga Rp70 juta sudah ia serahkan.
Di balik kisah ini, ada fakta lain yang lebih rumit. Ternyata, pengajuan kredit mobil tersebut atas nama SL, kerabat IP.
Hanya saja, kendaraan itu sejak awal memang dikuasai IP. Sayangnya, setelah empat bulan berjalan, cicilan macet dua bulan. Dari sinilah muncul ide take over ke NL.

Yang miris, ketika angsuran macet, SL justru didatangi debt collector. Padahal mobil tak pernah berada di tangannya.
“Saya dikejar penagih, sementara unitnya tidak ada sama saya. Semua ada di IP,” keluh SL dikutip dari NL.
NL pun merasa jadi pihak yang paling dirugikan. Ia sudah mengeluarkan uang muka, namun mobil justru kembali dibawa pulang ke Polewali Mandar oleh IP dengan alasan uang muka (DP) belum lunas.
Situasi makin pelik ketika ada kerabat SL yang justru menuding NL atau diduga NL menggelapkan unit.
“Bagaimana saya bisa menggelapkan? Saya justru korban. Mobil dibawa pulang IP karena saya belum lunasi uang muka (DP). Tapi kok saya yang dituduh,” ujar NL dengan nada geram.
Kisah ini menjadi potret nyata bagaimana kepercayaan dan hubungan kekerabatan bisa berubah menjadi lingkaran masalah saat urusan finansial tidak jelas.
Harapan memiliki mobil baru berubah jadi beban, dan korban tak hanya kehilangan uang, tapi juga ketenangan. (*)
Penulis : Arlin
Editor : Mohammad Jamaludin