SOPPENG – Pasar Sentral Cabbeng di Kabupaten Soppeng menjadi sorotan akibat kondisinya yang tidak terurus dan dugaan penyimpangan proyek pembangunan yang mengarah pada tindak pidana korupsi.
Pasar yang mulai dikerjakan sejak 2003 ini diduga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 7,7 miliar, berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pembangunan pasar ini awalnya diserahkan kepada Muhammad Jufri, SE, MM, Direktur Utama Pusat Koperasi Wira Usaha Nasional (Puskowina) Sulawesi Selatan, pada 12 Mei 2001.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, pengerjaan proyek ini tidak dilanjutkan karena ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan. Selanjutnya, pengelolaan dialihkan kepada PT Pelita Griya Asrimuda pada tahun 2003 dengan dana pinjaman dari Pemerintah Kabupaten Soppeng sebesar Rp 7 miliar, yang kemudian mengalami revisi menjadi Rp 8 miliar melalui perjanjian pinjaman tambahan.
Dana pinjaman tersebut berasal dari Bank BPD Cabang Soppeng sebesar Rp 6 miliar dengan bunga tetap 11% dan Rp 2 miliar dari APBD tahun anggaran 2003. Perjanjian kerja sama pembangunan pasar ini ditandatangani oleh Bupati Soppeng saat itu, Drs. H. A. Harta Sanjaya, dengan Direktur Utama PT Pelita Griya Asrimuda, Ambo Ala.
Menurut perjanjian, PT Pelita Griya Asrimuda bertanggung jawab menyelesaikan proyek dan mengembalikan dana pinjaman disertai bunga paling lambat akhir tahun 2003. Jika gagal mengembalikan dana, pemerintah berhak mengambil alih bangunan yang telah selesai untuk dipasarkan. Namun, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI tanggal 19 Mei 2006, terdapat saldo piutang yang belum dibayar oleh PT Pelita Griya Asrimuda sebesar Rp 7.700.416.000,00, terdiri atas pokok pinjaman, bunga, dan biaya listrik.
Pada tahun 2016, Pemkab Soppeng mengambil alih pengelolaan pasar untuk pembangunan terminal dan pelataran parkir, namun pengerjaannya tidak kunjung selesai. Meskipun Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan telah melakukan penyelidikan dan memeriksa 20 saksi pada 2019, hingga kini belum ada kepastian hukum maupun surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Kondisi pasar yang memburuk memaksa pedagang berjualan di jalan raya, sementara area pasar dipenuhi sampah dan tidak terawat. Kasus ini menjadi sorotan publik yang menuntut transparansi dan kejelasan hukum terkait penyimpangan penggunaan dana publik dalam proyek penting tersebut.
(Tim Media)
Editor : Erlinuddin